Thursday 22 October 2015

Tragedi Cinta Illuminati

Yo wasap? Apa kabs!

Setelah beberapa minggu sibuk ngurusin banyak hal, akhirnya gue punya waktu juga buat bikin video lagi. Yap, kemarin-kemarin gue bikin video parodi "10 Tipe Gamers" bareng @candraardian10 di YouTube:


Tonton videonya di: youtube.com/rakaprasetyaa

Itu adalah pertama kalinya gue bikin video parodi "tipe-tipe" untuk versi YouTube. Biasanya bikin buat versi Instagram. Sejauh ini, menurut gue bikin video parodi itu lebih enak buat versi YouTube. Soalnya durasi bisa lebih dari 15 detik. Jadinya nggak harus banyak mempersingkat durasi, nggak harus minim dialog, dan yang jelas bisa lebih puas ngelengkapin materi.

Oh iya, di video itu juga gue sisipin beberapa behind the scene di mana si Candra gagal fokus gara-gara nggak bisa nahan ketawa sama nggak hapal dialog. Jadi ya, kalo kalian merasa terhibur dan ketawa pas nonton video itu, percayalah bahwa kami ketawa lebih parah selama proses pembuatan videonya. Hahaha.

Nah, info upload video barunya udah. Sekarang lanjut ke inti postingan.

Gue mau curhat tentang kejadian yang baru aja gue alami beberapa waktu yang lalu, tragedi cinta illuminati. Just in case buat yang belum tahu illuminati itu apaan, illuminati adalah sebuah organisasi atau kelompok ilegal para penyembah pintu jamban. Dan seperti organisasi lain pada umumnya, illuminati pun memiliki logo untuk organisasi mereka. Logonya adalah segitiga. Jadi, segala sesuatu yang berkaitan dengan segitiga dapat disimpulkan sebagai konspirasi illuminati. Iya, seperti kolor, misalnya.

Tapi di postingan kali ini gue bukan mau bahas kolor. So, buat kamu-kamu yang udah antusias pas baca kata kolor di atas dan berharap gue bakal bahas seputar perkoloran, maaf banget harapan kalian belum bisa gue kabulkan. Mungkin lain waktu. Sekarang yang mau gue bahas adalah salah satu teori konspirasi illuminati, tapi dari sisi asmara: cinta segitiga.

Yoi. Kurang illuminati apa coba? Udah illuminati banget ini, men. Parah.

***

Well, tragedi cinta segitiga ini berawal dari perkenalan gue dengan dua orang cewek. Yang pertama namanya Yara (nama disamarkan untuk keamanan pihak yang bersangkutan) dan yang kedua namanya Agus. Oke, gue bercanda. Yang kedua namanya Sinta (nama disamarkan supaya pihak pertama dan kedua nggak sirik-sirikan). Dari segi fisik, Yara lebih tinggi daripada Sinta. Kulitnya sawo matang, rambut panjang, dan jidatnya lumayan luas. Kira-kira cukup lah buat parkir gerobak bakso malang 10 biji. Sedangkan Sinta, tubuhnya agak pendek, berisi, rambut nggak panjang tapi nggak pendek juga sih, dan kulitnya sedikit lebih putih.

Kalo dari segi sikap, Yara keliatan lebih pemalu. Dia lebih banyak diem kalo lagi ngumpul ngobrol rame-rame. Terutama kalo pas ngumpulnya pada ngobrolin teori relaktivitas mesin kalor berbahan bakar ketombe sapi. Tapi dari semua sikapnya, yang paling menonjol itu adalah sikap nggak tegaan. Iya, saking nggak tegaannya, setiap gue sms nggak pernah dibales. Katanya karena setiap perbuatan udah ada yang ngatur balasannya. Bijak banget ini orang, ya Allah. Sedangkan Sinta adalah kebalikan dari Yara. Dia lebih berani dan lebih gampang mengakrabkan diri.

Sejak pertama kali ngenal mereka, gue ngerasa ada sesuatu yang berbeda dari Yara. Hampir setiap sikapnya bisa bikin gue ketawa. Mungkin karena dia pentium satu. Iya, pentium satu. Tapi dari segi itu lah, gue jadi sadar bahwa gue bisa suka sama dia. Karena gue bisa ketawa dan bahagia waktu ngobrol sama dia, karena itu lah gue ngerasa nyaman saat bersamanya. Yang gue tahu: kita nggak perlu ribet-ribet nyari orang yang sempurna. Kita cuma harus jeli nemuin orang yang bisa bikin kita bahagia (dan lupa sama masalah nilai di raport yang subhanallah jeblok semua) hanya dengan berbicara. Karena kelak saat nanti kita udah lanjut usia, kita masih bisa menghabiskan waktu bersamanya meski udah nggak punya apa-apa. Nemuin orang yang nyaman diajak ngobrol itu susah lho, serius.

Hari demi hari terus berganti. Nggak kerasa, kurang lebih udah hampir dua bulan gue temenan sama Yara dan Sinta. Seiring berjalannya waktu, perasaan gue ke Yara pun semakin jelas. Dan gue jadi semakin yakin untuk ngungkapin perasaan itu kalo udah nemu waktu yang pas. Entah keberutungan lagi mihak ke gue atau emang udah waktunya aja, tiba-tiba hari itu muncul kesempatan bagi gue untuk ngungkapin semuanya. Berawal dari obrolan basa-basi iseng, eh malah jadi serius. Nggak mau nyia-nyiain peluang, akhirnya gue pun memutuskan untuk yakinin Yara bahwa gue emang suka sama dia. Di awal-awal sih, gue dapet good respons, dia udah ngasih lampu hijau. Tapi karena suatu problem, walhasil realita nggak sesuai dengan ekspetasi gue.

Dia bilang, dia mau aja pacaran sama gue. Tapi dia nggak bisa karena Sinta suka sama gue. Dari jauh hari, Sinta pernah cerita ke Yara kalo dia suka sama gue. Dan berhubung mereka udah sahabatan sejak masih berbentuk sel sperma, jadinya Yara ngerasa nggak enak aja kalo pacaran sama gue. Yara ngerasa kayak nikung sahabat sendiri. Oke, I know, pas dapet respons itu, gue langsung nyoba klarifikasi permasalahan. Gue bilang kalo di sini posisi Yara bukan nikung. Soalnya bukan dia yang nembak gue, tapi gue yang nembak dia. Kalo ujung-ujungnya Yara nerima gue, itu bukan pilihan yang salah. Itu suatu bentuk pembelaan diri untuk menuruti kata hati.

Maksud gue gini lho, kalo akhirnya gue jadian sama Yara, terus Sinta musuhin Yara gara-gara udah nikung dia, itu suatu tindakan yang tidak terpuji (ya elah). Kalo pilihan Yara pacaran sama gue disebutnya nggak menghargai persahabatan antara Yara dan Sinta, maka sikap Sinta yang nggak nerima kenyataan bahwa gue sukanya sama Yara disebut apa? Bukannya fungsi sahabat itu selain buat dipinjemin duit adalah buat saling support? Yang harus digaris bawahi dalam masalah ini adalah gue yang nembak Yara, bukan sebaliknya.

Jadi kalo Yara nerima gue karena dianya juga emang mau, ya itu udah beda persoalan. Sebagai seorang sahabat yang udah sahabatan sejak masih berbentuk sel sperma, harusnya Sinta bisa bersikap lebih bijak dan dewasa dong? Dan harusnya Sinta juga ngerti, bahwa cinta itu bukan ekspetasi. Cinta itu bukan paksaan. Cinta itu bukan milik satu orang. Tapi milik dua orang yang menjadi satu hati dalam satu jalan. Iya, kalimat yang terakhir itu gue dapetin dari buku Mario Teduh yang berjudul 1001 SMS Gombal.

Ehm. Setelah gue dan Yara berdiskusi dan melakukan deklarasi meja cinta, akhirnya muncul sebuah keputusan bijak atas kesepakatan kami berdua. Solusi dari problem yang menghalangi jalan hubungan kami cuma satu: backstreet. Ya, gue sama Yara jadinya backstreet demi menjaga perasaan pihak-pihak yang bersangkutan. Bener kan apa kata gue. Udah cinta segitiga, pacarannya dirahasiain pula. Mendekati banget sama presentasi bahwa hubungan ini termasuk teori konspirasi illuminati. Atau mungkin sebenernya hubungan kayak gini udah banyak yang ngejalanin? Gue curiga, di luar sana kayaknya percintaan model ini udah populer. Mungkin nama pergerakannya adalah Illuminalove. Semacam pacaran yang dirahasiakan karena melibatkan pihak ketiga gitu. Parah.

Singkat cerita, gue sama Yara pun sepakat backstreet. Semuanya berjalan lancar di hari pertama. Karena pas di hari kedua, gue diputusin. Iya. Gue diputusin. Pacarannya cuma sehari.

PACARANNYA CUMA SEHARI!

Ini pacaran atau nyewa motor? Elah. :|

Gue diputusin dengan alasan, "Kayaknya kita lebih enak temenan deh. Kalo pacaran, kita nggak bisa sedeket kayak pas temenan. Aku ngerasa kurang nyaman." Meski jujur, gue ngerasa ada yang aneh. Toh kita pacarannya backstreet. Mau pacaran atau enggak juga nggak ngaruh. Deket ya deket aja. Karena yang orang lain pikir, gue sama Yara nggak pacaran. Jadi di mana ngaruhnya? Gitu. Tapi ya udah lah ya, gue cuma nggak mau maksa aja. Gue tahu, yang namanya pacaran itu harus kedua belah pihak yang berjuang dan berusaha. Karena kalo cuma satu orang yang berusaha, itu bukan pacaran. Tapi wirausaha. Jualan batagor contohnya.

Selang dua hari setelah gue diputusin Yara, dia update status galau gitu. Pas gue tanya kenapa, dia masih belum mau cerita. Tapi gue udah punya feeling, mungkin dia disakitin sama cowok. Waktu itu firasat gue berkata: Yara mutusin gue demi cowok itu, tapi cowok itu malah nggak jadian sama Yara. Semacam diharkosin gitu lah. And you know what the kampret is goin on? Tebakan gue bener. Beberapa hari kemudian, Yara baru berani cerita ke gue. Dia cerita tentang cowok yang ngasih harapan palsu. Dan dia juga sempet kepikiran bahwa ini adalah hukum sebab-akibat (sebagian orang menyebutnya karma) dari sikapnya yang kemarin.

Dalam kondisi ini, gue sebagai orang yang terbuang nggak dendam ke Yara. Gue malah tetep peduli ke dia. Jujur, ini sebuah perasaan yang nggak gue mengerti. Dia orang yang ngebuang gue, tapi dia juga yang gue peduliin. Entahlah. Mungkin gue udah terhipnotis oleh konspirasi illuminati. Tapi satu hal yang gue tahu, pura-pura nggak peduli sama orang yang pernah ngisi hati kita itu nggak gampang. Sekuat apapun kita nahan buat acuh nggak acuh, tetep aja rasa peduli itu ada, meski nggak diungkapin atau ditunjukin.

Dan sewaktu awal-awal diputusin, jujur gue nggak berani nyapa Yara kalo ketemu di jalan. Bukan karena benci, tapi gue cuma bingung, gimana caranya berpura-pura keliatan "hei, gue baik-baik aja lho!" seolah nggak ada masalah di depan orang yang kita sayang, saat posisi kita sebagai orang yang terbuang? Susah, men.

Udah ah, ngomongin cinta mah nggak bakal ada selesainya. Ini juga gue mau ngakhirin postingan karena adzan subuh. Kebayang kalo nggak ada adzan. Mungkin gue bakal terus aja curhat. Begitu selesai negara ini udah diserang Dajjal. Astagfirulloh.

Ngomong-ngomong soal Dajjal, ada satu hal yang selalu mengganggu pikiran gue. Dajjal aja yang udah ditakdirkan kalah oleh Allah masih nekat mau ngelawan Imam Mahdi. Masa gue yang masih punya kesempatan buat menangin hati dia mau nyerah gitu aja? Tsah. Apalah ini. Taek.

Well, satu hal yang gue dapet dari pengalaman suram ini, gue nggak boleh larut dalam kegalauan. Karena seperti kata seorang bijak:

"Yang lalu biarlah berlalu. Untuk ke depannya, mari kita coba rebut kembali."

Iya, itu orang bijaknya gue sendiri. Tentunya kebijakan yang bersangkutan pun cuma berlaku untuk diri gue pribadi. Woyeah.

***

Tambahan:

Makasih banget buat Ulfa Rahmi (@UlfaRahmiM) dan Megantri Putri (@PengagumhujanID) yang udah jadi first listener curhatan ini sebelum akhirnya gue tulis di blog.

Masukan-masukan dari kalian ngemotivasi banget buat gue. Thanks a lot! :D

***

Tambahan lagi:

KTP gue udah jadi!


Sumpah unyu banget potonya.

0 comments

Post a Comment